Senin, 06 Januari 2014

Kamis, 02 Januari 2014

Perselingkuhan


Lafal selingkuh berasal dari Bahasa Jawa yang artinya perbuatan tidak jujur,
sembunyi-sembunyi, atau menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya. Dalam makna itu ada pula kandungan makna perbuatan serong. Meskipun demikian lafal selingkuh di Indonesia muncul secara nasional dalam
bahasa Indonesia dengan makna khusus “hubungan gelap”atau tingkah serong orang yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain.
Ada 3 kategori selingkuh, Selingkuh Fisik, Hati, serta selingkuh fisik dan hati,  (Anda selingkuh yang mana nih..).
♥ Selingkuh fisik mungkin dilakukan hanya secara iseng,di lakukan tanpa komitmen, misalnya jajan, melakuan kontak fisik suka sama suka.
♥ Selingkuh Hati, selingluh ini yang indah, hanya merasakan tanpa bertemu fisik tapi masing-masing merasakan getaran cinta.Ada komitmen tapi tidak di ungkapkan, misal: sms, chat, phone.
♥ Selingkuh fisik dah hati,...ini selingkuh yang paling fatal. Selingkuh fisik dah hati biasanya ada kompitmen di antara pelaku selingkuh.
Selingkuh tidak hanya dikarenakan Hubungan dengan pasangan resmi tidak harmonis, atau tidak terpuaskan, dari pasangan yang harmonis pun selingkuh bisa terjadi. Dan atau memang Rasa Cinta yang tak tertahankan.
Selingkuh hati bisa menjadikan kita bertambah mesra dengan pasangan resmi walau hanya secara fisik, mungkin karena menebus rasa bersalah.

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalh kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutamaperempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisikseksualpsikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.

Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
  • Cedera berat
  • Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
  • Pingsan
  • Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
  • Kehilangan salah satu panca indera.
  • Mendapat cacat.
  • Menderita sakit lumpuh.
  • Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
  • Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
  • Kematian korban.
Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:

  • Cedera ringan
  • Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
  • Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.

Kekerasan Terhadap Anak


kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga (www.ocn.ne.jp) adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan mental.kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Sedangkan Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Lebih lanjut Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibat kekerasan mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik,psikologi sosial, maupun menta

Pelecehan Seksual

Salah satu bentuk pelecehan paling menghancurkan yang dilakukan pada anak-anak adalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah: setiap tindakan seksual (secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) yang dipaksakan atas seorang anak di bawah umur delapan belas tahun. Sudah terlalu lama kebudayaan kita mendefinisikan pelecehan dalam arti hubungan kelamin saja. Pelecehan seksual dapat meliputi setiap tindakan kekerasan seksual—dari persetubuhan sampai penyimpangan seks voyeurism (dilirik secara seksual). Anak-anak tidak pernah didisain oleh Tuhan untuk memiliki energi seks dalam bentuk apapun dalam jiwa (dan tubuh) mereka. Kekerasan seksual ini, entah datangnya dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua (secara eksplisit atau halus), dapat meninggalkan berbagai macam bentuk atau intensitas kehancuran yang berbeda. Ini dapat dilihat dari bagaimana perasaan seorang anak terhadap tubuhnya, rasa dilindungi, kemampuan untuk percaya, dan keamanan dirinya.Banyak orang dewasa yang mengalami pelecehan seks sebagai remaja merasa bersalah dan bertanggung jawab secara pribadi, terutama jika timbul perasaan nikmat dalam diri mereka. Yang lebih menghancurkan adalah kebenaran yang menyedihkan bahwa keinginan yang wajar akan kasih, kepedulian dan perhatian dipenuhi secara tidak wajar oleh pelaku pelecehan itu. Setiap orang dewasa bertanggung jawab atas energi seks mereka dan bertanggung jawab untuk tidak menyalahgunakan kekuatan mereka dengan melampaui batasan-batasannya. Hal ini benar, tidak peduli usia anak itu berapa, atau bagaimana mereka bersikap terhadap orang dewasa, atau apa yang menjadi kebutuhan emosi anak itu.Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena persoalan seksualitas.  Ibarat awan dan hujan, demikianlah hubungan antar seks dan kekerasan. Di mana terdapat seks maka kekerasan hampir selalu dilahirkan. Termasuk dalam kekerasan seksual adalah perkosaan, pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan terhadap lawan jenis), penjualan anak perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh pasangan.Perkosaan. Perkosaan adalah jenis kekerasan yang paling mendapat sorotan. Diperkirakan 22% perempuan dan 2% laki-laki pernah menjadi korban perkosaan. Untuk di Amerika saja, setiap 2 menit terjadi satu orang diperkosa. Hanya 1 dari 6 perkosaan yang dilaporkan ke polisi. Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban alias orang dekat korban.Kekerasan seksual terhadap anak-anak. Suatu tinjauan baru-baru ini terhadap 17 studi dari seluruh dunia menunjukkan bahwa di manapun, sekitar 11% sampai dengan 32% perempuan dilaporkan mendapat perlakuan atau mengalami kekerasan seksual pada masa kanak-kanaknya. Umumnya pelaku kekerasan adalah anggota keluarga, orang-orang yang memiliki hubungan dekat, atau teman. Mereka yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak biasanya adalah korban kekerasan seksual pada masa kanak-kanak.Kekerasan seksual terhadap pasangan. Kekerasan ini mencakup segala jenis kekerasan seksual yang dilakukan seseorang terhadap pasangan seksualnya. Sebesar 95% korban kekerasan adalah perempuan. Temuan penelitian yang dilakukan Rifka Annisa bersama UGM, UMEA University, dan Women’s Health Exchange USA di Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia, pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 22% perempuan mengalami kekerasan seksual. Sejumlah 1 dari 5 perempuan (19%) melaporkan bahwa biasanya mereka dipaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka selama dipukuli. Termasuk kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, semata-mata karena sang korban adalah perempuan. Istilah untuk ini adalah kekerasan berbasis gender. Berikut adalah kekerasan berbasis gender:
  1. Kekerasan fisik : Menampar,  memukul, menendang, mendorong, mencambuk, dll.
  2. Kekerasan emosional/ verbal: Mengkritik, membuat pasangan merasa bersalah, membuat permainan pikiran, memaki, menghina, dll.
  3. Ketergantungan finansial: Mencegah pasangan untuk mendapat pekerjaan, membuat pasangan dipecat, membuat pasangan meminta uang, dll
  4. Isolasi sosial: Mengontrol pasangan dengan siapa boleh bertemu dan di mana bisa bertemu, membatasi gerak pasangan dalam pergaulan, dll
  5. Kekerasan seksual: Memaksa seks, berselingkuh, sadomasokisme, dll.
  6. Pengabaian/penolakan: Mengatakan kekerasan tidak pernah terjadi, menyalahkan pasangan bila kekerasan terjadi, dll.
  7. Koersi, ancaman, intimidasi: Membuat pasangan khawatir, memecahkan benda-benda, mengancam akan meninggalkan, dll

Derita tanpa batas

Aroma kematian masih menguap ke segala penjuru arah, suasana duka sampai saat ini terus begeriliya menyesakkan dada. Ibunya masih di sini tapi sudah kaku sejak dini hari. Dian menangisi ibunya yang sudah di balut kain kafan dan tertimbun tanah kuburan. Semua orang menatap iba kepadanya dan ketiga adiknya karena terpasung pada keadaan yang menyiksa.
Ayahnya pecandu malas jadi tak bisa diharapkan, bahkan ketiga adiknya malah dibebankan pada sanak saudara.
“Abang tetap di sini sama ayah! Adik-adik yang lain tinggal di rumah bude.” ujar ayah tanpa wibawa.
Dian hanya diam bahkan nyaris tak bergerak ketika mendengar mantra kutukkan itu.
“Kenapa harus aku? kenapa? kenapa harus aku di antara ketiga saudaraku?” gumam Dian dalam hati.
Semakin lama bertambah gerah, setiap hari ayahnya hanya bisa marah padahal fakta menunjukan bahwa semua adalah salah ayahnya. Waktu mendidiknya menjadi pemberontak tanpa daya. Dian hanya bisa menumpuk amarah yang sudah mengumpal bahkan mengendap melukai kewarasannya. Tak ada lagi rasa hormat karena tertimbun benci yang sudah lama berkarat.
Hingar-bingar pesta menyeruak memecah keheningan tetapi ayahnya tak kunjung terlihat. Sempat tak terpikirkan tapi lama-kelamaan rasa khawatir akhirnya berkunjung datang.
Pesta usai dan terdengar kabar duka yang seharusnya menyakitkan tapi malah sebaliknya. Kabar kematian ayahnya memberi sensasi membahagiakan. Ayahnya telah gugur. Kalah perang dengan j*di dan bermalas-malasan. Ayahnya meninggal di tempat tersunyi tanpa jendela bahkan ventilasi. Mungkin nyawa ayahnya kini sedang tersesat karena pergi tanpa doa dan tangis keluarga.
Perasaan aneh hinggap menjalar. Dian tersadar lalu menangis tapi bukan menangisi raga ayahnya tapi menangisi adegan apalagi yang harus dilakoninya. Hanya satu adegan yang bisa dilakoninya yaitu duduk manis lalu mengais iba dan belas kasih sanak saudara karena dia ditinggal mati tanpa harta.