Rabu, 25 November 2015

Sahabatmu

.
Di penghujung hari, aku berdiri di depan jendela kamarku yang sengaja kubuka sembari memandang bintang yang tidak pernah lelah menghias malam. Saat ini pukul 11.35 pm tetapi mataku belum juga terpejam. Terlalu banyak masalah yang sedang memenuhi pikiranku. Ada-saja masalah yang terjadi dalam hidupku ini. Padahal, aku ingin sehari saja hidup tanpa masalah. Namun, aku hanyalah manusia biasa yang memiliki sekedar keinginan. Aku hanya bisa berdoa dan Dialah yang menentukannya.

Di langit, aku melihat sebuah bintang yang cahaya sangat terang. Terangnya lebih dari pada bintang yang lainnya. Ingin sekali aku memetik bintang itu dan ku genggam erat dengan tanganku. Namun, hal itu tidak mungkin terjadi. Menurutku, ada tiga alasan yang membuatnya tidak mungkin. Pertama, bintang itu sangat jauh. Kedua, bintang lebih besar dari tanganku walau dari kejauhan memang terlihat kecil. Ketiga, bintang itu pasti memiliki panas. Oleh sebab itu, lebih baik aku hanya menikmatinya saja. Itu sudah lebih dari cukup.
Ku lihat jam di dinding kamarku yang terpajang indah di dinding yang ada di depan meja belajarku. Ya, aku sengaja memasang benda itu di dinding depan meja belajar agar aku bisa dengan mudah melihat waktu saat aku belajar. Dengan begitu, aku dapat mengontrol belajarku.


Pukul 01.45 am, aku mulai menguap. Aku pun memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur, aku menutup jendela kamarku terlebih dahulu. Setelah itu, aku merebahkan badanku di atas ranjang. Dan beberapa menit kemudian aku tebuai dalam mimpi.

Beberapa jam kemudian…
Di pagi buta, sekitar jam 03.00am, aku terbangun akibat handphoneku berdering dengan nyaringnya dan mengganggu tidurku. Aku melihat handphoneku, orang yang menelepon itu adalah Ela, sahabatku. Dia tidak mungkin telepon di pagi buta seperti ini kalau bukan ada kepentingan mendesak. Aku memutuskan untuk mengangkat teleponku.
“Fin, ini benar-benar gawat…!” serunya di seberang sana. Dari suaranya, aku tahu dia sedang menghadapi masalah besar.
“kenapa?kenapa?”
“fin…fin…” Dia tak bisa berbicara dengan baik karena nafasnya tersengal-sengal.
“tarik nafas panjang dan hembuskan, tenangkan dirimu, bicara pelan-pelan.” Aku memberinya saran atau lebih bisa disebut sebagai instruksi.
Aku mendengar dia mengikuti instruksiku. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Tenang sejenak, beberapa saat kemudian, dia mulai berbicara dengan pelan-pelan, “laporan dan data penelitian ilmiah kita hilang.”

Deg. Kenapa bisa hilang? Yang benar saja, laporan itu telah aku dan Ela buat dengan susah payah. Dan sekarang, semuanya hilang begitu saja. Aku sebenarnya marah karena dia tak bisa menjaganya dengan baik. Akan tetapi, aku mencoba untuk menahan amarahku dan bertanya, “kenapa bisa terjadi?”
“Aku ngga tahu, Fin. Semuanya ilang gitu aja..” jawabnya.
“ya udah, nanti kita cari atau kalau tidak kita buat lagi.”
“Fin, maafin aku, aku ngga bisa jaga sesuatu yang telah kita buat susah payah..” ucapnya dengan penuh penyesalan.
“udah, ngga apa-apa.”
***

Aku berangkat ke sekolah dengan malas. Aku begitu berantakan. Kulit kusam, mata berkantung hitam seperti panda. Ini terjadi karena aku kurang tidur. Aku hanya tidur satu jam lebih 15 menit. Setelah Ela meneleponku, aku tidak bisa tidur lagi karena memikirkan masalah penelitian ilmiah itu.

Di koridor kelas, aku bertemu dengan Ela. Wajahnya tidak lebih baik dari aku. Dia juga sama berantakannya denganku. Saat bertemu denganku, dia kembali menunjukan penyesalanannya. Aku lihat dia benar-benar menyesal telah begitu ceroboh. Sebenarnya, ini bukan murni kesalahannya. Ini juga salahku, kesalahan kami bersama. Kami tidak menjaga dengan baik sesuatu yang sangat penting ini.

Aku mencoba menenangkannya dan menjelaskan kalau semua ini bukan murni salahnya. Perlahan-lahan, dia mulai membaik dan tenang. Setelah benar-benar tenang, aku mengajaknya pergi ke kelas bersama. Di tengah perjalanan menuju kelas, aku berpapasan dengan Rama. Rama, seseorang yang minggu kemarin menyatakan cintanya padaku tetapi aku menolaknya. Aku memiliki segudang alasan kenapa aku menolaknya. Akan tetapi, yang paling utama adalah aku tidak memiliki perasaan lebih padanya selain sebagai teman satu sekolah.

Sikap Rama begitu dingin padaku. Mungkin, dia tidak terima karena aku menolaknya. Selama ini dia memang terkenal sebagai Prince Charming yang tidak pernah ditolak cewek. Jadi, kalau dia bersikap dingin padaku, ini tidak terlalu aneh. Akan tetapi, ada sesuatu yang menurutku sangat aneh. Rama tersenyum dengan manis tapi terkesan tidak ikhlas pada gadis yang disampingku, Ela, dan Ela membalasnya dengan senyum manis yang ceria. Biasanya Rama tidak pernah bersikap seperti ini pada Ela. Melihat saja kadang ogah-ogahan.
“Pagi, Ela.” Ucap Rama, dia bahkan menyapa Ela.
“Pagi juga, Rama.” Ela membalas sapaan Rama.
Aku menyikut lengan Ela dan menanyakan perihal keanehan Rama. Aku menanyakannya setelah Rama pergi tentunya. Mana mungkin aku berani bertanya tentang Rama jika Rama ada di depanku. Dia menjawab pertanyaanku dengan ketus “memang salah dia menyapaku? Aneh?”. Setelah menjawab pertanyaanku dengan nada yang tidak mengenakan itu, Ela langsung pergi meninggalkanku. Dia benar-benar aneh. Tadi raut wajahnya penuh rasa penyesalan tetapi sekarang dia lebih terlihat marah dan sebal. Dia marah padaku?
Di kelas, sikap Ela bersikap cuek padaku. Berbeda 180o dari tadi pagi. Berkali-kali aku berusaha membuatnya tersenyum dan mau berbicara padaku. Namun, hasilnya nihil. Aku lelah untuk membujuknya lagi. Besok aku akan mencobanya.
***

Siang harinya, sepulang sekolah, aku menemui Bu Endang, pembina Ekstrakurikuler PIR. Aku datang tanpa Ela. Dia langsung menghilang sesaat setelah bel panjang berbunyi. Aku datang ketempat itu untuk meminta perpanjangan waktu. Perpanjangan waktu untuk menyelesaikan menyelesaikan laporan dan data penelitian. Seharusnya, hari ini sudah dikumpulkan.
“tunggu disini, sebentar lagi Bu Endang akan datang.” Ucap salah seorang guru yang juga mengajar di kelasku, namanya Bu Farida. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Ya, Finda…” Orang yang aku tunggu-tunggu telah datang dan menyapaku.

Aku pun menjelaskan maksud kedatanganku menemui Bu Endang. Bu Endang mendengarkanku dengan baik. Tak lama kemudian, Bu Endang setuju untuk memberi tenggang waktu. Akan tetapi, hanya dua hari yang beliau berikan untuk kelompokku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang telah diberikan oleh Bu Endang.
“terimakasih, Bu. Sekali lagi terima kasih…” Ucapku pada Bu Endang. Bu Endang tersenyum dengan lembut.
***

Berulang kali aku menelpon Ela. Akan tetapi, dia tidak mengangkatnya. Dia sungguh aneh. Aku harus ke rumahnya untuk mengerjakan tugas bersama. Aku pun ke rumah sahabatku itu dengan mengendarai sepeda kesayanganku yang berwarna hijau.

Ada pemandangan yang cukup menarik saat aku tiba di dekat rumah Ela. Aku melihat Ela keluar dari sebuah mobil mobil mewah berwarna merah metallic, Ferrari F70. Di sekolahku, Orang yang memiliki mobil mewah seharga kurang lebih 10 Miliar itu hanyalah Rama. Ya, mobil itu memang milik Rama. Aku semakin yakin saat aku melihat Rama keluar dari mobil itu dan berbicara pada Ela.

Bagaimana mereka bisa sedekat ini? Sungguh aneh dan cukup menarik perhatianku. Cukup menarik juga untuk diselidiki karena pasti ada ‘sesuatu’ dibalik semua ini. Akan tetapi, aku tidak mungkin menyelidikinya, tidak mungkin. Ingat, Ela itu sahabatku. Kalaupun memang benar ada ‘sesuatu’, nanti juga akan terbuka dengan sendirinya tanpa perlu diselidiki.

Setelah Rama dan mobilnya itu pergi, aku mendekati Ela. Aku berpura-pura tidak melihat dia datang bersama Rama. Aku tidak mempedulikannya.
“hi, La. Kamu kok ngga angkat teleponku?” tanyaku pada Ela.
“Emm aku..ngga bawa handphone” jawabnya, terdengar kaku.
“ada kabar bagus buat kita.”
“apa?”

Aku mencerritakan kabar bahagia tersebut, kesempatan kedua dari Bu Endang. Dia juga terlihat senang dan mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah sampai di ruang tamu, dia mempersilahkanku duduk. Sementara dia mengambil minuman untukku, aku mempersiapkan beberapa bahan yang diperlukan.
“ini, Fin, minumnya..”
“makasih, La”

Aku langsung menengguk jus orange yang dibuat oleh Ela. Tenggorokanku yang sangat kering terasa sejuk saat air jus orange melewati tenggorokanku. Sedari tadi aku memang haus. Maklumlah, aku mengayuh sepeda dari rumahku sampai ke rumah Ela yang jaraknya tergolong jauh.
“kita mulai darimana ya?” tanyaku, Ela hanya diam. Dia malah terlihat melamun. Aku tidak bisa membaca pikirannya kali ini. Belakangan ini dia memang bersikap aneh. “Ela..halo halo..” aku mengibas-ibaskan tanganku di depan wajahnya untuk menyadarkannya dari aktivitas melamunnya.
“eh..ya, Fin..aa apa..?” tanya Ela padaku dengan gugup. Dia seperti orang yang baru saja tersadar dari mimpi buruknya.
“La, apa kamu punya sesuatu yang disembunyikan dariku?” entah mengapa aku bisa bertanya seperti itu pada Ela.
“tidak.” Jawabnya singkat dan terlihat tidak wajar. Dia memang jarang berbicara singkat padaku. Akan tetapi, aku berusaha untuk tidak mempermasalahkannya.
“emm baiklah..ayo kita lanjutkan.”
“baiklah, mari kita lanjutkan.”
Aku dan Ela berkolaborasi untuk melanjutkan penelitiannya bersama-sama. Menyusun laporan dan berbagai macam data yang telah hilang.
***

Hari ini adalah hari dimana aku dan Ela serta kelompok lainnya mempresentasikan hasil penelitian. Jantungku berdegup lebih kencang daripada biasanya. Aku merasa laporan dan data yang telah kelompokku buat tidak sebaik data pertama yang telah hilang. Banyak sekali kekurangan karena waktu yang kami miliki begitu terbatas. Hanya dua hari, sedangkan data yang hilang itu membutuhkan waktu lebih dari satu bulan.

Kelompok yang mendapatkan kesempatan pertama untuk presentasi adalah kelompok Rama. Rama maju kedepan, dia terliat begitu percaya diri saat memasukan flashdisknya ke dalam laptop milik sekolah lalu membuka slide power point milik kelompoknya, tentu saja.

Namun, aku melihat ada keanehan pada slide yang mereka tampilkan. Isinya aneh. Aku sangat mengenali data yang mereka presentasikan. Data yang mereka tampilkan sama persis dengan milik kelompokku yang hilang. Tentu saja, aku sangat tidak terima. Ternyata, Rama yang telah mencuri data kelompokku.
Ku kepalkan tanganku, geram. Aku ingin sekali melampiaskan amarahku pada orang itu. Akan tetapi, aku tidak mungkin melakukannya. Aku harus menahan amarahku. Aku terus menatap Rama tajam saat dia mempresentasikan data yang bukan miliknya itu. Saat presentasinya berakhir, semua orang yang ada di ruangan itu memberi tepuk tangan yang meriah. Rama tersenyum dengan bangganya, begitu juga dengan teman sekelompoknya. Dua orang itu sama saja.

Kini, tiba saatnya aku dan Ela mempresentasikan hasil kerja kami. Aku harus yakin presentasi ini berjalan dengan lancar walaupun temanya sama dengan data yang Rama dan temannya sampaikan. Selama presentasi berlangsung semua orang yang ada di hadapanku menatap tajam seolah mempertanyakan kok sama? Dalam hal ini mereka kira aku yang salah. Padahal, seharusnya bukan aku yang salah tapi Rama. Meski begitu, presentasi tetap berjalan dengan lancar. Walaupun tidak ada tepuk tangan meriah saat aku dan Ela mengakhiri presentasi kami.
***

Semua kelompok yang ada di ruang multimedia sudah menyelesaikan presentasi mereka. Suasana ruang multimedia menjadi sepi, hanya ada aku dan Rama. Rama masih sibuk memasukan peralatannya ke dalam tas. Disaat itulah aku datang menghampirinya.
“ehm…pakai cara apa tuh ngambil datanya?” tanyaku pada Rama. Rama mendongakkan kepalanya untuk melihatku. Posisinya sekarang duduk sedangkan aku berdiri.
“cara yang tidak pernah terlintas sedikitpun diotakmu.”

Aku memutar otakku tapi aku tak paham dengan jawabannya. “maksudmu?”
“tanyakan saja pada sahabatmu.” Jawabnya lagi. Dia menggendong tasnya, lalu berdiri sebelum akhirnya dia pergi. “oh ya, satu lagi. Aku ngga nyuri data kamu, aku cuma minta.” Tambahnya sebelum pergi.
***

Keluar dari ruang multimedia, aku langsung menemui Ela di kelasnya. Dan aku langsung menanyakan perihal data penelitian. Aku bertanya tanpa berpikir panjang karena terbawa emosi.
“kamu ya yang ngasih data itu ke Rama?” tanyaku tanpa basa-basi. Ela tidak menjawab pertanyaanku. “data itu ngga hilang ‘kan?”
“kamu nuduh aku?”
“aku tanya bukan nuduh. Atau mungkin memang kamu yang merasa tertuduh.”

Ela mengeluarkan beberapa kalimat yang berisi pembelaannya. Entah kenapa dia bersikeras untuk tidak mengakuinya. Padahal, aku sudah tahu kalau memang dia berbohong. Aku bukan begitu saja mempercayai orang lain dari pada sahabatku. Akan tetapi, bahasa tubuh Ela memang mengatakan begitu. Dia berbohong.
“baiklah kalau kamu ngga mau mengakuinya. Tapi, aku udah tahu kok. Aku hanya ingin kamu jujur, jika kamu masih menganggapku sahabatmu.” aku pasrah.
“iya, memang aku melakukannya.” Ucap Ela setelah lama membisu.
“tapi, kenapa?”
“an interesting offer.”
“maksudnya?”
“kamu tahu, aku sudah lama menyukai Rama tapi Rama menyukaimu. Sebenarnya, bukan hanya Rama. Orang yang menyukaimu sebelumnya juga begitu. Aku menyukai mereka tapi mereka menyukaimu. Aku lelah. Dan hari itu ada sebuah tawaran menarik dan bodoh dari Rama. Dia mau menuruti apa mauku asalkan aku bersedia memberikan data-data itu. Aku menerimanya begitu saja, seperti terhipnotis.” Jelas Ela panjang lebar.
“aku lega, ternyata kamu masih menganggapku sahabatmu. Kamu sudah berkata jujur.” Ucapku lantas memeluknya, pelukan sahabat.
“maafkan aku, La. Aku sudah mengecewakanmu. Menghapus mimpimu untuk ikut lomba PIR tahun ini.”
“sudahlah. Ada data itupun belum tentu lolos.”
***

Hari pengumuman kelompok pemenang yang akan mengikuti lomba PIR mewakili sekolah. Semua menunggu dengan jantung yang berdegub lebih cepat daripada biasanya. Mereka semua ingin terpilih tetapi hanya satu pasangan yang berhak ikut.
“saya umumkan kelompok yang mewakili sekolah kita adalah..” Bu Endang sengaja menggantungkan kalimatnya. “adalah kelompok Finda dan Ela.” Lanjut Bu Endang.

Aku tidak percaya kalau namaku disebut. Begitu juga dengan Ela.
“selamat untuk Finda dan Ela. Untuk yang lain jangan kecewa, masih banyak lomba PIR yang lain..”
Semua orang yang ada di ruangan tersebut memberi selamat kepadaku dan Ela. Akan tetapi, itu tidak termasuk Rama. Rama pergi sesaat setelah pengumuman. Dia terlihat begitu kecewa. Ya, dia sangat menginginkan kesempatan ini. Akan tetapi, dia telah berbuat curang. Mungkin, itu juga buah dari kecurangannnya. Curang belum tentu menang.
***

Aku berbaring di atas rerumputan taman belakang bersama Ela. Malam ini Ela menginap di rumahku. Kami berdua tengah menatap bintang-bintang yang sangat indah menghias langit malam. Beberapa hari terakhir kami mendapat banyak masalah dan saat ini kami sedang merenungi untuk diambil hikmahnya.
“kau tahu kenapa kita menang?” tanyaku pada Ela yang tampak tersenyum menatap langit. Dia sudah kembali menjadi sahabatku yang seperti biasanya.
“karena kita memang ditakdirkan menang.”
“selain itu, kita memang sudah berusaha keras dengan jerih payah kita sendiri.”
“benar.” Dia membenarkan ucapanku. “sekali lagi, aku minta maaf atas kebodohanku.”
“sudahlah, yang penting jangan diulangi dan kita ambil hikmahnya.”

Ela tesenyum padaku , aku juga tersenyum padanya. Suasana mulai hening dan kami terlarut dalam suasana malam.
“kamu tahu tidak, tenyata Rama ceroboh sekali. Masa kata Bu Endang, dia lupa ganti nama kita di data yang dia kumpulin.” Kataku, membuka pembicaraan lagi.
“yang benar?”
“iya, beneran. Maka dari itu Bu Endang curiga, dan kecurigaan terbukti. Ya.. Rama ngaku kalau data itu bukan milik kelompoknya.”
“bodoh sekali dia, sudah susah payah membujukku untuk memberi data itu, eh..dianya ceroboh gitu..”
“buah dari kecurangan.”
“benar.”
Langit malam menjadi saksi kebahagiaanku. Bintang di langit tersenyum melihat aku dan sahabatku saling menyatu setelah sebuah masalah menerjang kami. Setelah masalah itu selesai, aku merasa kami memang sudah ditakdirkan untuk bersahabat. Walaupun diterjang masalah, kami tetap menyatu. Dan, setelah menyelesaikan masalah, kami jadi semakin kuat.

Selesai

Rabu, 18 November 2015

RESENSI FILM TRANSFORMERS : Age Of Extintion



Resensi Film: Transformers: Age Of Extintion (spoiler alert!)
Dulu setelah “Transformers: Dark of the Moon” rilis, Michael Bay menyatakan ia tidak akan membuat Transformers 4. Namun mungkin karena desakan berbagai pihak, terutama kepentingan bisnis dari Hasbro, akhirnya Michael Bay berubah pikiran dan menyatakan bahwa ia belum rela meninggalkan installment robot ini.

Transformers: Age Of Extintion secara sekilas di trailernya telah menceritakan bahwa manusia justru memburu Decepticons & Autobots, kemudian malah akhirnya nyaris musnah oleh sosok robot berbeda, yang disebut Lockdown. Kalau pada 3 Transformers sebelumnya fokus cerita adalah pada Bumblebee dan Sam, kali ini tokoh utamanya adalah Cade Yeager (Mark Wahlberg).
*spoiler alert*spoiler alert*spoiler alert*
Kalau Transformers 4 ini bisa mencetak Box Office, bukanlah hal yang mengherankan. Robot-robot besar yang bisa berubah menjadi kendaraan keren, pertarungan skala besar, bombadir efek yang serba WAH — khas Transformers. Selamat, jika itu yang Anda cari, pasti dapat terpuaskan. Pada Transformers 4 ini, Bay dkk sepertinya memang jor-joran mengeluarkan segala amunisinya. Banyak sekali adegan skala besar dengan efek gambar spektakuler dan sound yang membuat gedung bioskop bergetar. Bahkan boleh dibilang, nyaris separuh filmnya hanya berisi adegan pertarungan para robot.
Tetapi untungnya Bay tidak sekadar boros di efek, bisa dibilang ia juga dengan serakah membiarkan plot cerita berjalan dengan pelan, lengkap dengan dialog-dialog yang dapat membangun karakter dengan baik. Penonton jadi dapat mengenal Cade Yeager dengan baik, terutama karena akting Mark Wahlberg yang memang patut diacungi jempol; bahkan karakter Tessa (Nicola Peltz) sebagai remaja yang diasosiasikan dengan Bumbleebee. Pada film ini kita baru bisa mengenal karakter Bumblebee yang memang “lebih muda” dibandingkan dengan Optimus Prime. Peran Prime sendiri di film ini membuat kita paham betapa agungnya dia sebagai pemimpin Autobots ataupun teman manusia.
Poster: Optimus Prime bersama 3 Tokoh Utama Dalam Film TRANSFORMERS 4
Sebenarnya Bay telah membangun suatu efek psikologis yang baik. Setelah mempertontonkan adegan perburuan Ratchet yang mengiris hati, sampai membiarkan kita melihat Optimus Prime versi reyot, sepertinya sudah membuat putus asa, menyaksikan autobots di film sebelumnya ternyata telah lenyap satu per satu. Tetapi sayang sekali, efek psikologis ini hancur oleh ketamakan tim produksi yang membuat durasi film ini terlalu panjang. Mereka tidak sadar diri untuk memotong cerita menjadi lebih ringkas atau mengurangi adegan-adegan yang sebenarnya tidak penting, adegan yang kalau tidak ada pun juga tidak mengganggu kontuinitas cerita. Bahkan karena banyaknya adegan, banyak juga bloopers yang ada, seperti banyak benda/robot yang tadinya di situ, tiba-tiba tidak ada dan tidak diceritakan. Contoh: sewaktu Lockdown meledak, tadinya ada Bumblebee tapi tidak ditunjukkan ia pergi dari ledakan, tiba-tiba saja ia selamat.
Meski filmnya panjang, anehnya tetap ada hal-hal yang tidak dijelaskan dengan baik. Itu salah satu kekurangannya lagi. Ini menyebabkan beberapa penonton mungkin sedikit bingung dengan jalan ceritanya. Contohnya: apa hasil dari Darcy (Sophia Milles) menemukan fosil Dinobots? Apakah cuma untuk menceritakan pada kita bahwa Lockdown adalah penyebab punahnya dinosaurus? Kenapa operasi yang sebesar itu bisa sampai tidak diketahui oleh Gedung Putih (yang diwakilkan oleh kepala staff baru)? Selain itu, lebih tidak nalarnya, mengapa Lockdown yang tidak bisa dikalahkan oleh Optimus Prime malah bisa dikalahkan oleh 3 manusia dan Bumblebee? Bukankah Lockdown memiliki banyak anak buah di kapalnya? Kenapa anak buahnya tidak turun tangan membantu?
Lockdown yang terlihat “sangar”
Tidak ada clue sama sekali tentang apa yang terjadi dengan tokoh-tokoh lama seperti Sam. Ada bagusnya jika Sam setidaknya sempat disebutkan. Deretan casting untungnya bisa dibilang cukup memuaskan, terutama Stanley Tucci sebagai Joshua Joyce dan Bingbing Li sebagai Su Yueming. Anyway, tokoh utama wanita kali ini pun sepertinya masih tidak bisa mengalahkan pesona Megan Fox. Mungkin Bay harus mencoba kembali memilih wanita tidak berambut pirang. Ups, just kidding ;) Keseluruhannya, jika Anda mencari tontonan yang sangat Hollywood — dengan efek gambar dan suara yang heboh, maka Transformers: Age of Extintion jelas adalah film layak-antri-beli-tiket. Hikmah film ini adalah ada hal-hal yang memang tidak semestinya diciptakan manusia. 


Udang Asam Manis

Mengolah masakan berbahan dasar udang tidaklah sulit. Karena cita rasa udang yang manis dan gurih, maka dengan bumbu simple pun akan terasa enak. Selain itu memasak udang tidak diperlukan waktu yang lama. Contohnya resep udang asam manis ini.
Udang bergizi tinggi karena mengandung asam lemak Omega-3, vitamin D dan vitamin B12. Selain itu juga memiliki protein rendah lemak dan rendah protein. Namun bagi orang yang memiliki kadar kolesterol tinggi, disarankan untuk tidak mengkonsumsi udang terlalu banyak.
Resep Udang Asam Manis
 
Waktu persiapan
Waktu memasak
Waktu total
 
Penulis: 
Macam resep: Main
Cuisine: Chinese
Saran penyajian: 2
Bahan-bahan
Bahan:
  • 300 gram udang ukuran sedang, belah punggungnya
  • 2 siung bawang putih, cacah halus
  • 1 cabai merah besar, iris tipis
  • 1 buah jeruk nipis, peras airnya
  • 2 sdm minyak goreng
Saus:
  • 1 sdt saus ikan
  • ½ sdt saus inggris
  • 3 sdm saos tomat
  • 1 sdt gula pasir
  • ¼ sdt garam
  • ¼ sdt merica bubuk
  • 3 sdm air
Cara membuat
  1. Bersihkan udang dan belah bagian punggung
  2. Panaskan minyak dan goreng udang sebentar sampai berubah warna, angkat, sisihkan
  3. Tumis bawang putih sampai harum, tambahkan cabai merah. Masak hingga layu
  4. Tambahkan saus ikan, saus inggris, saus tomat, gula, garam, merica dan air. Aduk hingga rata
  5. Masukkan udang, aduk rata sampai matang dan meresap
  6. Angkat dan hidangkan


Pangeran Suta & Raja Bayang

Pada zaman dahulu, di Kerajaan Indragiri yang berkedudukan di Japura. Kerajaan Indragiri yang di pimpin oleh seorang Raja yang sangat bijaksana dan adil bernama Sultan Hasan. Selama masa pemerintahannya, rakyat hidup dengan damai dan aman. Selain ia seorang Raja yang sangat arif, ia juga mempunyai seorang Putri yang sangat cantik jelita yang bernama Putri Halimah. Kerena kecantikannya terkenal sampai keberbagai negeri.

Suatu hari, datanglah seorang Raja yang bernama Raja Bayang. Ia datang ke Kerajaan Indragiri di temani oleh ketiga orang saudaranya yang bernama Raja Hijau, Raja Mestika dan Raja Lahis. Keempat Raja tersebut datang dengan pengawal yang sangat gagah perkasa.

Kedatang mereka ke Kerajaan Indragiri membuat kekacauan dan perilakunya sungguh tercela. Tindakan mereka dan pasukkannya yang bertindak semena-mena membuat rakyat sangat ketakutan.

Mendengar keempat Raja tersebut membuat kekacauan dan membuat rakyat resah, Raja Sultan Hasan sangat sedih dan gelisah. Ia pun segera memanggil seluruh menterinya untuk bermusyawarah. Raja pun bertanya bagaimana menghadapi Raja Bayang dan pasukannya tersebut. Semua menteri pun sangat kebingungan. Karena mereka sangat tangguh dan sudah terbiasa hidup dalam rimba.

Beberapa hari kemudian, Rombongan Raja Bayang di Japura. Raja Hasan sebenarnya sangat marah karena, Raja Bayang dan pasukannya sudah membuat kekacauan. Namun, ia tetap menyambutnya dengan sopan dan tidak menunjukkan kemarahannya.

‘’ Raja Bayang! Apa maksud dari kedatanganmu ke Kerajaanku?’’ Tanya Raja Hasan tegas.

‘’ Kedatangan ku kesini , tidak lain untuk meminang Putrimu yang sangat cantik!’’ jawab Raja Bayang dengan angkuh.

Raja Hasan sangat terkejut mendengar jawaban dari Raja Bayang. Pinangan tersebut langsung di tolak mentah-mentah. Raja Bayang pun sangat marah dengan penolakkan Raja Hasan. Wajahnya pun berubah menjadi merah terbakar.

‘’ Hei kau Raja Hasan yang sangat bodoh! kau akan menyesal karena sudah menolak pinanganku!’’ jawab Raja Bayang dan pergi meninggalkan Istana.

Suatu hari, Raja Bayang kembali dengan pasukannya. Ia pun membawa persenjataan yang sangat lengkap. Mereka pun segara menyerang Kerajaan Indragiri. Kerajaan Indragiri diporak-porandakan dalam waktu yang sangat singkat. Raja Hasan pun mengerahkan seluruh pasukkannya untuk melawan pasukkan dari Raja Bayang. Namun, mereka tidak mampu menandingi pasukan Raja Bayang yang sangat kuat. Akhirnya, Raja Hasan dan pasukkannya terpaksa meninggalkan Japura. Dan berembunyi ketempat yang aman bernama Gaung.

Dalam persembunyianya tersebut, Raja Hasan dan menteri serta para pasukkanya yang masih selamat berkumpul dan bermusyawarah untuk merebut kembali Kerajaan Indragiri dari tangan Raja Bayang.

‘’ Baginda! Prajurit banyak sekali yang tewas di tengah pertarungan. Pasukkan kita semakin sedikit.’’ Kata seorang Menteri yang menghampiri Raja.

‘’ Kau benar, banyak Prajurit tewas dalam pertempuran! Apa yang haru kita lakukan sekarang?’’ Tanya Raja gelisah.

‘’ Baginda, Hamba pernah mendengar, ada seorang Pangeran yang sangat baik budi pekertinya dan kemampuannya sangat tidak di ragukan lagi dalam medan pertempuran.’’ Jelas seorang menteri.

‘’ Siapa nama Pangeran tersebut?’’ Tanya Raja Hasan dengan penasaran.

‘’ Kami tidak tahu persis siapa namanya. Namun, kami mendengar orang-orang menyebutnya Pangeran Suta.’’ Jawan Menteri tersebut.

Setelah berunding. Akhirnya, mereka sepakat untuk mencari Pangeran Suta. Keesokan harinya. Raja mengutus Datuk Tumenggung, ia pun segera berangkat dengan sebuah kapal kecil. Berhari-hari berlayar. Akhirnya, Datuk Tumenggung sampai di perairan Jambi. Ia pun menanyakan keberadaan Pangeran Suta. Ia pun mendapat informasi bahwa Pangeran Suta berada di Selat Malaka.

Datuk Tumenggung berkeliling setibanya di Selat Malaka untuk mencari Pangeran Suta. Suatu hari, ia pun berhasil menemukan Pangeran Suta. Datuk Tumenggung pun langsung menceritakan kesulitan yang di hadapi Kerajaan Indragiri. Setelah menjelaskan panjang lebar. Akhirnya, Pangeran Suta bersedia untuk membantu Kerajaan Indragiri. Mereka pun akhirnya berangkat ke Gaung.

Mereka pun akhirnya sampai di Gaung. Kedatangan Pangeran Suta, di sambut dengan baik oleh Raja Hasan. Keesokan harinya, Pangeran Suta mulai menyiapkan alat-alat untuk berperang. Ia pun melatih Prajurit Indragiri. Pada awalnya Raja Hasan beserta pasukkanya berkecil hati untuk menerima kekalahan. Namun, kedatangan Pangeran Suta membuat mereka kembali bersemangat.

Suatu hari, setelah semua pasukkan siap untuk berperang. Mereka kembali ke Japura untuk melawan Raja Bayang.

Pertempuran pun terjadi. Pertempuran berlangsung sampai berhari-hari. Kedua Kerajaan sama-sama kuat. Namun, Pasukkan Raja Bayang mulai kewalahan. Banyak pasukannya yang tewas dan luka-luka. Akhirnya, Raja Banyang dan ketiga saudaranya memutuskan untuk bersembunyi kedalam hutan yang lebat. Namun, pangeran Suta tetap memerintahkan pasukannya untuk menejar mereka.

Melihat pasukan dari Raja Hasan terus mengejar. Mereka terus di buru Pangeran Suta. Akhirnya, mereka kehilangan tenaga. Mereka pun terluka semakin parah.

Keempat Raja yang sangat sombong tersebut pulang ke negerinya dengan menanggung rasa malu karena kekalahan. Pangeran Suta kembali ke Japura. Ia pun menemput Raja Hasan dari Gaung. Raja Hasan sangat berterima kasih, karena Pangeran Suta lah yang menolongnya dalam kesulitan. Ia pun berniat untuk menikahkan Putrinya dengan Pangeran Suta.


Mendengar permintaan tersebut, Pangeran Suta sangat senang. Akhirnya, seluruh rakyat pun sibuk mempersiapkan pernikahan Pangeran Suta dan Putri Raja Hasan. Mereka sibuk membersihkan istana. Acara pernikahan pun berlangsung dengan sangat meriah. Pangeran Suta akhirnya, menjadi Raja Japura. Pangeran Suta dan Putri hidup sangat bahagia. rakyat pun kembali aman, damai dan makmur.

Bio Alm.Bob sadino

Beliau bernama lengkap Bambang Mustari Sadino atau lebih yg di kenal yaitu Bob Sadino. Bob Sadino Lahir di Lampung, tanggal 9 Maret 1933, wafat pada tanggal 19 Januari 2015. Beliau akrab dipanggil dengan sebutan 'om Bob'. Ia adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.


Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah. Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai
bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.

Seorang Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.

Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.

Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”

Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.

Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Meninggal Dunia
Setelah sempat dirawat selama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari Senin, tanggal 19 januari 2015 setelah berjuang dengan penyakitnya yaitu infeksi saluran pernafasan kronis. Bob Sadino dikatakan sudah tak sadar dalam 2-3 minggu. Penyakitnya terkait dengan usianya yang sudah lanjut serta kondisinya yang makin menurun setelah istrinya meninggal dunia pada Juli 2014.
 

Profil dan Biodata Bob Sadino

Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Wafat : Jakarta, 19 Januari 2015
Agama : Islam

Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)

Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)

Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981

Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan